WELCOME TO MY BLOG>

Senin, 05 Mei 2014

Situs Asem Legi

di desa rejuno kecamatan karangjati terdapat situs budaya asem legi



Asem legi adalah pohon beringin yg konon di tanam oleh harjuno untu memanah prabu boko (buto/raksasa) asem legi memiliki tinggi sekitar 10 meter pada pohon jati di sisi barat daun yg di lewati panah arjuna itu menjadi berlubang sampai sekarang sang buto mengira panah arjuna itu adalah nyamuk tapi setelah di lihat ternyata itu adalah panah, raja pun gero gero (teriak teriak) dan memakan semua pengawal nya raja pun berlari melewati desa klino dan meninggal di sana karena terkena panah arjuna

Asal-Usul Gunung Urung Desa Munggut Kecamatan Padas Ngawi


Gunung Urung terletak di Desa Munggut Kecamatan Padas Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Gunung ini terletak tepat di sebelah utara jalan Raya Ngawi-Caruban atau di sebelah barat Puskesmas Padas. Lokasinya sangat berdekatan dengan jalan raya. Jadi, apabila kita melewati jalan raya ngawi-Caruban, pasti melewati Gunung urung ini.


Gunung Urung yang dalam bahasa inidonesia berarti Gunung yang belum jadi. Urung = Belum. Menurut salah seorang warga yang rumahnya tepat disamping gunung ini mengatakan dan menjelaskan sejarah terjadinya Gunung Urung di Desa Munggut, bahwa Gunung ini terjadi sejak zaman nenek moyang yang pada saat itu tiba-tiba saja muncul sebuah Gunung yang memanjang sepanjang 200 m ke sebelah utara. "Gunung iki ujuk-ujuk metu dewe mas, tapi pas gunung iki urung dadi, dumadakan ono wali lewat sing ndadekake gunung iki ora kaya gunung umume. Gununge dadi ora dhuwur, nanging dawa." Kata warga yang saya wawancara yang kebetulan sebagai pemilik tanah (gunung) yang sekarang ia jual kepada tetangganya itu. Kalo diterjemahkan kedalam bahasa indonesia berarti ;
Gunung ini tiba-tiba muncul, tetapi ketika gunung ini belum jadi, tiba-tiba ada seorang wali lewat, sehingga membuat gunung ini tidak seperti gunung pada umumnya. Gunungnya tidak tinggi tetapi memanjang. Warga ini bercerita dengan nada setengah gemetar dan tidak mau bercerita yang lebih lagi, katanya takut. Maklum, dunia mistik sangat erat berkaitan dengan kehidupan warga.
Status kepemilikan Gunung ini adalah milik pribadi, karena  berada pada tanah pribadi, yaitu milik Ibu Fatimah yang rumahnya berada di samping Gunung Urung ini. Gunung ini dahulu sepanjang 200 m, tetapi karena sering di gali dan dijual (sebagai tanah urug), gunung ini hanya tinggal 10 m. Gunung ini ditumbuhi pohon beringin besar yang seolah membuat Gunung ini nampak menyatu dengan akar beringin.
Ada hal aneh yang juga menjadi cerita warga sekitar Gunung Urung ini. Adalah beberapa meter ke sebelah timur Gunung ini, merupakan tempat tinggal Ular Naga Ghaib yang bertubuh Raksasa. Beberapa warga mengaku pernah melihat Ular Raksasa ini. Karena hal inilah Jalan Raya yang kebetulan menjadi Sarang Ghaib Ular Raksasa ini tak dapat untuk di aspal. Meski pemerintah setempat berulang kali memperbaiki Jalan raya ini, tetap saja selalu rusak dan ambles. Bahkan dengan cara di Paku Bumi pun sudah ditempuh, lagi-lagi ambles lagi. Salah seorang warga menuturkan bahwa, "Jalan Caruban-Ngawi yang tepat menjadi sarang Ular Naga Raksasa ini harus di pindah. Selama tidak dipindah, sang Naga tidak akan rela dan jalan akan tetap ambles, meski dengan alat cangggih sekalipun".



SEJARAH ASAL USUL DESA DUNGMIRI KEC KARANGJATI




Konon, Desa Dungmiri adalah merupakan desa kecil yang belum terbentuk suatu wilayah, hanya terdapat suatu sungai yang bermuara pada suatu embung kecil, yang oleh orang yawa dikaytakan kedung. Kedung ini tidak bisa kering sekalipun pada musim kemarau. Warga sekitar kedung pada saat itu menggantungkan semua aktifitasnya pada kedung ini. Mencuci baju, memasak, mandi, dan minum mereka ambil dari kedung ini. Pada saat itu, rumah-rumah mereka sengaja di dirikan didekat kali/sungai atau kedung tersebut. Maklum, pada saat itu belum ada sumur seperti pada zaman sekarang. Disekitar kedung tersebut banyak sekali pohon rempah-rempah yang oleh masyarakat disebut dengan miri. Untuk mempermudah mengingat tersebut oleh masyarakat dinamakan DUNGMIRI. Ternyata sejarah desa Dungmiri yang konon katanya berasal dari kedung ini pun diragukan kebenarannya. Karena situs kedung ini tidak pernah ada. Beberapa sumber lain mengatakan bahwa dungmiri berasal dari kata “Gadung dan Miri”. Gadung adalah tumbuhan buahnya dapat dimakan. Dan miri adalah rempah-rempah atau tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bumbu dapur. Jadi, dungmiri pada zaman dahulu ditumbuhi hutan belantara yang didalamnya terdapat banyak pohon gadung dan miri. Hal ini sesuai dengan nenek moyang kita dahulu yang menamakan DUNG-miri bukan KEDUNG-miri, karena dung bukan berasal dari kata kedung tetapi berasal dari kata gadung. Berbeda dengan kedungjati, kedungputri dan kedung-kedung lainnya.

Minggu, 04 Mei 2014

Sendang ngudal

Sendang itu sudah ada pada zaman belanda  sendang itu di kelola oleh belanda pada TAHUN 1930 di gunakan untuk PDAM sampai sekarang masih digunakan sebagai PDAM, dari informasi warga setempat PDAM ngudal ini masih gabungan dari PDAM ngawi, dan tidak jarang juga digunakan sebagai tempat wisata warga setempat, di dekat sendang itu ada air mancur yang di gunakan utuk mandi atau biasanya di gunaka menyuci motor oleh warga setempat atau sekedar bermain air, masyarakat setempat rata-rata mata pencariannya adalah pembuat tempe, biasanya mereka mencuci kedelainya  di sungai deket sendang Ngudal, di dekat sendang Ngudal ada hutan yang di kelola oleh pemerintah KAB Ngawi, hutan itu terdiri dari pohon mauni,jati dll di ngudal itu sendiri terkenal dengan keripek tempe kripek tempe nya terkenal dengan makanan kas nagawi kedelainya itu sendiri ada yang nanam sendiri ada yang inport dari luar kota

Senin, 28 April 2014

asal-usul desa kandangan


Pandawa ~ Pada jaman penjajahan kolonial belanda terdapat sebuah desa yang sangat subur dan  makmur serta kerukunan warganya yang sangat kental.Dan itulah yang membuat jendral sudirman memilih tempat itu sebagai tempat peristirahatan beliau,serta digunakan sebagai kandang jarane jendral sudirman..Walaupun tempat lain banyak yang dijajah..namun tempat ini terlewatkan oleh para kolonial belanda karena pada wktu itu jendral sudirman memagari desa ini dengan tenaga dalam.

SENDANG KLAMPIS

                                  

Sendang klampis di gunakan warga masyarakat untuk acara nyadran  dan sekaligus untuk mandi ,nyuci dan masak.cerita dari masyarakat sendang itu banyak pohon klampis maka itulah dinamakan sendang klampis. Ada dua orang yang bernama mbah citro dan mbah kempreng itu adalah penemu sendang klampis. Sendang itu berwujud pekarangan yang luasnya sekitar 100m x 125m di dalamnya itu berisi sumur tua yang dalamnya sekitar 20m, pohon klampis dan pohon gempol. Pada tahun 1965 beliau seorang penemu sendang klampis itu yang bernama mbah citro meninggal dunia dan dimakamkan dibelakang rumah beliau. 3 tahun kemudian mbah kempreng meninggal dunia pemakamnya tidak ditempat mbah citro dimakamkan. Mbah kempreng itu dimakamkan di dekat kali yang berada di utara sendang klampis. setelah mbah citro dan mbah kempreng meninggal tidak ada yang menggantikan posisi beliau tersebut. Sendang klampis tersebut malah dirusak oleh orang-orang yang tidak tau sejarahnya. Di ambil pohon klampisnya digunakan untuk kayu bakar. Kondisi sendang klampis itu sekarang sangat memperihatinkan sumurnya itu tidak dapat berfungsi sama sekali sudah tertimbun oleh tanah. sendang itu hanya bisa digunakan sebagai tradisi nyadran.

Asal usul desa tawun dan adat istiadatnya

TAWUN, terletak di DesaTawunKec. Kasreman, arahtimur 7 Km daripusat Kota NgawiJawaTimur. Berbagai Legenda terlahir dari tanah ini.

sendang tawun berada didalam area taman wisata tawun,tepatnya di sebelah utara.

Legenda SendangTawun (Duk Beji) yang sebagian besar penduduknya adalah Petani dengan jumlah 10 Dusun, antara lain DsnTawun 1 sampai 4, kemudian Mencon, Beton, Bugel, Konten, Pucang dan terakhir Dusun “Dari”.

Makam kyai ageng metawun,tepannya disebelah barat kolam renang


Kisah berawal pada abad 15. Konon Ki AgengTawun (biasa juga di sebut Ki Ageng Mentaun) menemukan Sendang ( Mata Air) yang kemudian diberi nama Sendang Tawun dan Ki  Ageng Tawun kemudian menetap disanadan di karuniai 2 orang anak yaitu Raden Lodro joyo dan Raden Hascaryo.
Sementara kedua putranya mempunyai kegemaran yang berbeda. Raden Lodrojoyo lebih suka bertani. Sedang Raden Hascaryo lebih condong belajar ilmu Kanuragan (Ilmu Olah Perang) dan beguru pada Raden Sinorowito, putra Kesultanan Pajang, yang kala itu kebetulan sedang berkelana bersama Ki AgengTawun dan menetap bersama keluarganya.
Berkat keuletan Olah Ke prajuritan, Sultan Pajang berkenan menjadikan Raden Hascaryo sebagai senopati Perang (Panglima). Bagaimanapun, Ki Ageng Tawun akhirnya Gamang hatinya, dan memberikanPusaka andalannya yang berupa Selendang yang diberi nama Kyai CINDE sebagai bekal dalam pergumulan perang antara Pajang dan Kerajaan Blambangan.
Kembali pada kesederhanaan hidup RadenLodrojoyo, yang selalu dekat dengan rakyat kecil. Keinginan kuatnya hanya satu, yakni bagaimana caranya agar Mata Air (Sendang) TAWUN yang tak pernah surut airnya meski kemarau panjang ini bisa mengalir di areal persawahan. Karena hanya dengan cara itu, maka kebutuhan air di musim kemarau bisa tercukupi.
Suatu hari yang jatuh pada hari Jum’at Legi pukul 7 malam, dengan memohon ijin Ramandanya, RadenLodrojoyo, bertekat bulat melakukan Semedi, dengan menjalani TAPA KUNGKUM (Berdo’a sambil merendamkan diri di air), memohon petunjuk padaTuhan yang Maha Esa agar diberi kemudahan untuk membantu warganya yang kebanyakan kaum petani.
Dan tengah malam, warga dikagetkan dengan suara ledakan yang menggelegar. Berbondong-bondonglah penduduk berhamburan keluar menuju tempat ledakan berasal. Dan terbelalaklah pandanganmereka, begitu mengetahui Sendang TAWUN telah pindah tempat ke sebelah utara dengan posisi lebih tinggidari Areal persawahan Warga sehingga Air mengalir deras menuju persawahan warga.
Namun, keberadaan Raden Lodrojoyo tidak ditemukan. Pencarian dilakukan warga hingga menginjak hari Selasa Kliwon dan meski sumbermata air dikuras sampai habis, jasadnya tak pernah ditemukan. Dan Untukmengenang kejadian tersebut, hinggakini di Taman Wisata Tawun selalu diadakan Ritual Adat Bersih Sendang (DUK BEJI) yang selalu tepat mengambil hari Selasa Kliwon dalam setahun sekali.

Benteng Pendem (VAN DE BOSCH) Ngawi


Benteng Pendem (VAN DE BOSCH) Ngawi adalah peninggalan pada masa kolonial Belanda, Benteng Pendem ini terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi Kota memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah 15 Ha. Lokasinya mudah dijangkau yakni dari Kantor Pemerintah Kabupaten Ngawi +/- 1 Km arah Timur Laut. Letak Benteng benteng ini sangat strategis karena berada disudut pertemuan sungai bengawan Solo dan sungai Madiun. Benteng ini dulu sengaja dibuat lebih rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi sehingga terlihat dari luar terpendam.


Pada abad 19 Kota Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan Belanda diwilayah Madiun dan sekitarnya dalam perang Diponegoro ( 1825-1830 ). Perlawanan melawan Belanda yang berkobar didaerah dipimpin oleh kepala daerah setempat seperti di Madiun dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut pangeran Diponegoro bernama Wirotani. Pada tahun 1825 Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda. Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia –Belanda membangun sebuah Benteng yang selesai pada tahun 1845 yaitu Benteng Van Den Bosch.


Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Van Den Bosch.


Didalam benteng ini sendiri terdapat makam K.H Muhammad Nursalim, yaitu salah satu pengikut pangeran Diponegoro yang ditangkap oleh Belanda dan dibawa ke Benteng ini, konon katany K.H Muhammad Nursalim ini adalah orang yang menyebarkan agama islam pertama di Ngawi, dan memiliki kesaktian yang tinggi,yaitu tidak mempan ditembak, oleh karena itu maka beliau dikubur hidup – hidup.


Pada akhir tahun 2011 akhirnya benteng pendem ngawi dibuka untuk umum setelah puluhan tahun benteng ini tertutup untuk umum. Hal ini terjadi karena gudang senjata juga dipindahkan ke jalan Siliwangi. Benteng Pendem Ngawi ini memiliki nilai sejarah yang tinggi. Benteng Pendem ini dibangun oleh gubernur van den bosh sekitar tahun 1839 dengan memanfaatkan sungai bengawan solo dengan tujuan untuk mengatasi serangan dan pengaruh kerajaan mataram di yogyakarta. selain itu benteng ini dulunya juga digunakan oleh ilmuwan belanda sebagai tempat persinggahan.









Meskipun telah berusia tua, benteng pendem ngawi masih sangat kokoh. Bangunan ini terdiri dari pintu gerbang utama serta kamar kamar yang digunakan untuk para tentara. Ada sebuah halaman rumput di tengah tengah benteng dan juga ada beberapa tempat yang dulunya digunakan sebagai kandang kuda. Di sekeliling benteng ada gundukan tanah yang memang sengaja dibuat untuk menahan luapan air sungai bengawan solo hal ini pula yang menjadikan benteng ini terkesan terpendam. Parit selebar 5 meter dahulunya juga ada mengelilingi benteng ini, Namun karena sudah lama parit ini sudah tertutup tanah.






Jika anda penasaran dengan benteng ini. Silakan berkunjung ke kota ngawi tepatnya di Kelurahan Pelem. Untuk mencapai Lokawisata Benteng Pendem Ngawi cukup mudah karena letaknya yang berada di pusat kota Ngawi. Semenjak benteng ini dibuka untuk umum menjadi salah satu objek wisata di Kota Ngawi, benteng ini mulai ramai dikunjungi oleh masyarakat. Pada awalnya masyarakat kurang percaya akan dibukanya benteng yang telah ditutup selama puluhan tahun ini. Sekarang untuk siapa saja boleh masuk dan berkunjung ke benteng ngawi ini. Untuk masuk Benteng Pendem ngawi anda perlu membeli tiket masuk dengan harga yang murah. Semoga setelah dibuka untuk umum Benteng ini bisa di rawat dengan baik dan dikenal luas.


Benteng Pendem Ngawi ini memiliki nilai sejarah yang tinggi. Benteng Pendem ini dibangun oleh gubernur van den bosh sekitar tahun 1839 dengan memanfaatkan sungai bengawan solo dengan tujuan untuk mengatasi serangan dan pengaruh kerajaan mataram di yogyakarta. Saat kaki melangkah memasuki komplek bangunannya, sisa-sisa kekuatan Benteng Van Den Boschatau yang biasa disebut Benteng Pendem Ngawi, masih sangat terasa. Keberadaan benteng ini tak banyak dikenal orang, bahkan nyaris terlupakan. Selama puluhan tahun benteng ini tidak boleh dijamah oleh publik karena merupakan daerah kekuasan militer. Padahal, jika ditelisik, benteng ini merupakan bangunan bersejarah yang patut dilindungi dan dikenal oleh masyarakat.


Menurut cerita masyarakat, setelah Indonesia merdeka, tepatnya sejak tahun 1962, Benteng Van Den Bosch dijadikan markas Yon Armed 12 yang sebelumnya berkedudukan di Kabupaten Malang. Pada waktu itu, kegiatan latihan militer dan kesatuan juga dipusatkan di areal benteng. Karena kondisi yang bangunan tidak mendukung untuk perkembangan dan kemajuan kesatuan, maka sekitar 10 tahun kemudian Yon Armed 12 menempati lokasi baru di Jalan Siliwangi, Kota Ngawi. Namun, sebagian area benteng masih digunakan untuk gudang persenjataan. Tembok dan tiang-tiang penyangganya masih berdiri kokoh, hanya saja telah pudar dimakan usia. Tampak jelas jika bangunan Benteng Van Den Bosch ini dibangun sebagai zona pertahanan pada waktu pemerintahan Belanda dulu. selain itu benteng ini dulunya juga digunakan oleh ilmuwan belanda sebagai tempat persinggahan


Meskipun telah berusia tua, benteng pendem ngawi masih sangat kokoh. Bangunan ini terdiri dari pintu gerbang utama serta kamar kamar yang digunakan untuk para tentara. Ada sebuah halaman rumput di tengah tengah benteng dan juga ada beberapa tempat yang dulunya digunakan sebagai kandang kuda. Di sekeliling benteng ada gundukan tanah yang memang sengaja dibuat untuk menahan luapan air sungai bengawan solo hal ini pula yang menjadikan benteng ini terkesan terpendam. Parit selebar 5 meter dahulunya juga ada mengelilingi benteng ini, Namun karena sudah lama parit ini sudah tertutup tanah.


Jika anda penasaran dengan benteng ini. Silakan berkunjung ke kota ngawi tepatnya di Kelurahan Pelem. Untuk mencapai Lokawisata Benteng Pendem Ngawi cukup mudah karena letaknya yang berada di pusat kota Ngawi. Semenjak benteng ini dibuka untuk umum menjadi salah satu objek wisata di Kota Ngawi, benteng ini mulai ramai dikunjungi oleh masyarakat. Pada awalnya masyarakat kurang percaya akan dibukanya benteng yang telah ditutup selama puluhan tahun ini. Sekarang untuk siapa saja boleh masuk dan berkunjung ke benteng ngawi ini. Untuk masuk Benteng Pendem ngawi anda perlu membeli tiket masuk dengan harga yang murah. Semoga setelah dibuka untuk umum Benteng ini bisa di rawat dengan baik dan dikenal luas.


Menurut beberapa masyarakat sekitar, beberapa kali ada penampakan para pejuang di dalam benteng pemdem. Bahkan pernah diadakan acara “Tukul Jalan-Jalan” yang membahas sejarah dan suasana angker benteng ini. Kesan sangat mistis dikarenakan benteng ini sudah tidak dihuni oleh manusia ditambah ada sebuah makam yang ditumbuhi pohon rindang di atasnya. Jika anda penasaran, silahkan ajak teman atau keluarga anda mengunjungi Benteng Pendem Ngawi.








MONUMEN SOERYO NGAWI



MONUMEN SOERYO NGAWI

Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo (biasa dikenal dengan namaGubernur Soerjo); lahir di Magetan, Jawa Timur, 9 Juli 1898 – meninggal di Bago, Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur, 10 September 1948 pada umur 50 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia dan gubernur pertama Jawa Timur dari tahun 1945 hingga tahun 1948. Sebelumnya, ia menjabat Bupati di Kabupaten Magetan dari tahun 1938 hingga tahun 1943. Ia adalah menantu Raden Mas Arja Hadiwinoto. Setelah menjabat bupati Magetan, ia menjabat Su Cho Kan Bojonegoro pada tahun 1943.
RM Suryo membuat perjanjian gencatan senjata dengan komandan pasukan Inggris Brigadir Jendral Mallaby di Surabaya pada tanggal 26 Oktober 1945. Namun tetap saja meletus pertempuran tiga hari di Surabaya 28-30 Oktoberyang membuat Inggris terdesak. Presiden Sukarno memutuskan datang keSurabaya untuk mendamaikan kedua pihak.
Gencatan senjata yang disepakati tidak diketahui sepebuhnya oleh para pejuang pribumi. Tetap saja terjadi kontak senjata yang menewaskan Mallaby. Hal ini menyulut kemarahan pasukan Inggris. Komandan pasukan yang bernama Jenderal Mansergh mengultimatum rakyat Surabaya supaya menyerahkan semua senjata paling tanggal 9 November 1945, atau keesokan harinya Surabaya akan dihancurkan.
Menanggapi ultimatum tersebut, Presiden Sukarno menyerahkan sepenuhnya keputusan di tangan pemerintah Jawa Timur, yaitu menolak atau menyerah. Gubernur Suryo dengan tegas berpidato di RRI bahwa Arek-Arek Suroboyo akan melawan ultimatum Inggris sampai darah penghabisan.
Maka meletuslah pertempuran besar antara rakyat Jawa Timur melawan Inggris di Surabaya yang dimulai tanggal 10 November 1945. Selama tiga minggu pertempuran terjadi di mana Surabaya akhirnya menjadi kota mati. Gubernur Suryo termasuk golongan yang terakhir meninggalkan Surabaya untuk kemudian membangun pemerintahan darurat di Mojokerto.
Tanggal 10 September 1948, mobil RM Suryo dicegat orang tak dikenal di tengah hutan Peleng, Kedunggalar, Ngawi. Dua perwira polisi yang lewat dengan mobil ikut ditangkap. Ke 3 orang lalu ditelanjangi, diseret ke dalam hutan dan dibunuh. Mayat ke 3 orang ditemukan keesokan harinya oleh seorang pencari kayu bakar.[rujukan?]
R. M. T. Soerjo dimakamkan di makam Sasono Mulyo, Sawahan, Kabupaten Magetan. Sebuah monumen yang dibangun untuk mengenang jasa-jasanya terletak di Kecamatan Kedunggalar kabupaten Ngawi.

Di sekitar tempat pembantaian Gubenur Suryo beserta Rombongan ini sekarang telah dibangun sebuah monumen untuk mengenang jasa jasa beliau dan juga untuk mengenang kebiadaban Komunis, Lokasi Monumen juga cukup strategis, letaknya antara hutan kayu jati dan juga hutan kayu mahoni
Wana Wisata  ini juga banyak menawarkan sebuah keindahan panorama alam di sekitar Objek wisata dan di sekitar lokasi Monumen Suryoo juga telah di tanami beberapa tanaman untuk menandai 23 jenis tanaman langka yang dilindungi Ada juga jenis burung yang dikembangbiakkan .Untuk kenyamanan para pengunjung Wana wisata di sekitar Monumen, pihak pengelola monumen dari Perum Perhutani Ngawi juga telah membuat banyak fasilitas yang telah disediakan.antara lain ruang informasi, mushola dan juga sebuah pendopo untuk beristirahat dan tidak lupa juga sebuah tempat bermain bagi anak-anak.
Tepat berada di sebelah barat Wana Wisata terdapat sebuah pasar burung dan ada juga hewan yang lain, harga burung di pasar tersebut sangat murah,bahkan banyak pedagang yang datang untuk membeli burung di pasar sekitar monumen datang dari luar kota ngawi, ada yang untuk koleksi pribadi maupun untuk di jual lagi di luar daerah ngawi.Wisata Indonesia


Srigati Wisata Spiritual Ngawi




Lokasi wisata Srigati ini berada 4 KM dari jalan raya Paron - Jogorogo, tepatnya di Desa Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi. Konon tempat ini dulunya adalah tempat peristirahatan Prabu Brawijaya V setelah lari dari kerajaan Majapahit karena kerajaan diserbu oleh bala tentara Demak dibawah pimpinan Raden Patah.

Srigati berada di daerah hutan dan merupakan kawasan hutan jati Alas ketonggo. Selain sebagai tempat wisata spiritual, lokasi ini juga digunakan untuk bumi perkemahan.

Di lokasi wisata spritual Srigati ini, terdapat Pelenggahan Agung yang banyak dijadikan sebagai tempat bermeditasi bagi mereka yang ingin kelancaran dalam usaha dan kehidupan pada umumnya. Masyarakat sekitar percaya bahwa Pelenggahan tersebut merupakan tempat dimana Raden Wijaya bertapa mencari petunjuk sebelum membangun kerajaan majapahit

                                        

Di Srigati juga ada sebuah batu besar yang biasa di sebut "Watu Gede" atau Batu Besar, konon disinilah merupakan pintu gerbang kerajaan "Dunia Lain" yang ada disana. ada juga tempat bertemunya dua muara sunga yang disebut "Kali Tempuk" yang sering digunakan untuk mandi bagi mereka yang mendalami ilmu kekebalan.Dan masih banyak tempat-tempat dengan aura 'mistis' lainnya.

Wilayah Kabupaten Ngawi sebenarnya kaya akan potensi tempat wisata yang bisa diperdayakan. Satu di antaranya adalah Alas Ketonggo. Tempat ini adalah hutan dengan luas 4.846 meter persegi, yang terletak 12 KM arah selatan dari Kota Ngawi, Jawa Timur. Menurut masyarakat Jawa, Alas Ketonggo ini merupakan salah satu dari alas angker atau ‘wingit’ di tanah Jawa. Kepercayaanya, di tempat ini terdapat kerajaan makhluk halus. Sedangkan satu hutan lainnya yang juga dianggap angker adalah Alas Purwa yang terletak di Banyuwangi, Jawa Timur. Alas Purwa disebut sebagai Bapak, sedangkan Alas Ketonggo disebut sebagai Ibu. Kawasan Alas Ketonggo mempunyai tempat pertapaan, di antaranya Palenggahan Agung Srigati.

Eyang Srigati adalah Priyagung, seorang begawan dari Benua Hindia yang datang ketanah jawa. Beliaulah yang menurunkan Kerajaan-kerajaan di Indonesia mulai dari Pajajaran, Majapahit, Mataram dan seterusnya. Semua kisah Spiritual tertuang di Punden Srigati yang terdapat di desa Babatan kec. Paron. Kab. Ngawi.

Hutan Ketonggo, demikian sebutan masyarakat Ngawi untuk hutan yang terletak 12 kilometer arah selatan Kota Ngawi itu. Meski sebetulnya sama dengan hutan-hutan lainnya, namun Ketonggo lebih kesohor dibanding hutan-hutan lain di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Apa yang membuat Ketonggo termasyhur? Sampai-sampai kesebelasan perserikatan Ngawi yakni Persatuan Sepak Bola Ngawi (Persinga), dijuluki “Laskar Ketonggo”?

A. Lokasi Alas Ketonggo

Lokasi Pesanggrahan Srigati yang terletak 12 km arah barat daya Kota Ngawi, tepatnya di Desa Babadan Kecamatan Paron, dapat ditempuh dengan berbagai macam kendaraan bermotor. Pesanggrahan Srigati merupakan obyek wisata spiritual yang menurut penduduk setempat adalah pusat keraton lelembut / makhluk halus. Dilokasi ini terdapat petilasan Raja Brawijaya. Pada hari-hari tertentu seperti Jum’at Pon dan Jum’at Legi pada bulan Syuro, Pesanggrahan Srigati banyak dikunjungi oleh para pesiarah untuk menyaksikan diselenggarakannya upacara ritual tahunan “Ganti Langse” sekaligus melaksanakan tirakatan / semedi untuk ngalap berkah.

Orbitasi :

Dengan ruas jalan Kabupaten Kecamatan Paron 6 Km
Dengan ruas jalan Provinsi Km 6 ( Ngawi – Solo )
Dengan Kota Ngawi 12 KM


B. Legenda Seputar Keberadaan Alas Ketonggo

Konon tempat ini dulunya adalah tempat peristirahatan Prabu Brawijaya V setelah lari dari kerajaan Majapahit karena kerajaan diserbu oleh bala tentara Demak dibawah pimpinan Raden Patah.

Dikisahkan, ditempat itulah dalam perjalananya ke Gunung Lawu, Prabu Brawijaya V melepas semua tanda kebesaran kerajaan (jubah, mahkota, dan semua benda Pusaka), namun kesemuanya raib atau mukso. Petilasan Prabu Brawijaya V ini ditemukan mantan Kepala Desa Babadan, Somo Darmojo (alm) tahun 1963 berupa gundukan tanah yang tumbuh setiap hari dan mengeras bagaikan batu karang. Kemudian tahun 1974 didatangi Gusti Dorojatun IX dari Kasunanan Surakarta yang menyatakan bahwa petilasan tersebut bagian dari sejarah Majapahit dan petilasan tersebut diberi nama Palenggahan Agung Srigati. Palenggahan Agung Srigati ini terdapat berbagai benda-benda yang secara simbolik melambangkan kebesaran Kerajaan Majapahit, baik berupa mahkota raja, tombak pusaka, gong, dan lain-lainnya.

Di dalam ruangan ini sangat pekat aroma dupa dan wangi bunga, hal yang sangat wajar kita temukan di sebuah tempat sakral. Dupa dan taburan bunga ini berasal dari para pengunjung. Mbah Marji (juru kunci) menerangkan bahwa ”Gundukan tanah tersebut biasanya terus tumbuh dan bertambah tinggi, tapi pada saat tertentu tidak tumbuh,” terangnya. Gundukan tanah tersebut bisa dipercaya dijadikan pertanda pada bumi Indonesia.

C.Keistimewaan Alas Ketonggo

Keberadaan Pesanggrahan Srigati-sebuah obyek wisata spiritual di Ketonggo merupakan sebab utama kemasyhuran hutan seluas 4.846 meter persegi itu. Kepercayaan masyarakat yang menganggap Ketonggo sebagai pusat keraton lelembut atau makhluk halus, dikukuhkan dengan banyaknya tempat-tempat pertapaan yang mistik dan sakral. Menurut catatan, di Ketonggo terdapat lebih dari 10 tempat pertapaan. Mulai dari Pesanggrahan Agung Srigati, Pundhen Watu Dhakon, Pundhen Tugu Mas, Umbul Jambe, Pundhen Siti Hinggil, Kali Tempur Sedalem, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sendang Mintowiji, Kori Gapit, dan Pesanggrahan Soekarno.

Memasuki hutan Ketonggo, para tamu langsung dapat melihat Pesanggrahan Agung Srigati, berupa sebuah rumah kecil berukuran 4×3 meter. Di dalamnya terdapat gundukan tanah, yang dari hari ke hari terus tumbuh, sehingga makin lama makin banyak. Dinding rumah itu dikitari bendera panjang Merah-Putih. Khas tempat sakral, Pesanggrahan Srigati pekat dengan bau dupa. Di sekitar tanah, yang terlindung atap rumah itu, juga berserakan bunga tabur yang selalu disebarkan para tamu.

“Seperti pada saat terjadi krisis moneter 1997, sebelumnya gundukan tanah tersebut tidak tumbuh, sehingga sama sekali tidak ada gundukan yang menyembul ke permukaan,” Mbah Marji mengisahkan sebelum terjadi semburan lumpur Lapindo Sidoarjo, dan gelombang Tsunami Aceh, gundukan tanah tersebut terlihat ‘cekung’, katanya, sembari mengungkapkan bahwa tanah itu selalu dibawa tamu yang bertapa di situ, sehingga selalu berkurang sedikit demi sedikit.

Pada hari-hari tertentu, seperti Jumat Pon dan Jumat Legi, serta pada bulan Suro dalam kalender Jawa, ribuan masyarakat Jawa maupun luar Jawa mendatangi tempat ini berbondong-bondong ke pesanggrahan ini untuk merenung, tirakat dan berdo’a pada Sang Khaliq.. Pada saat-saat yang dianggap keramat itu, warga berdoa dan bertapa untuk meminta berkah. Baik itu berkah karier atau jabatan, keselamatan, kesehatan, jodoh, dan sebagainya.Seperti pengakuan Iwan (38) warga Purwokerto, Jawa Tengah. ”Saya di sini sudah 4 bulan untuk merenung dan mencari petunjuk tentang jati diri ,” tuturnya.

Tak hanya di Srigati. Beberapa lokasi sakral lain di Ketonggo, juga diyakini dapat mengantarkan mereka menuju cita-cita yang diinginkan. Misalnya, mandi di Kali Tempur Sedalem, sebuah sendang yang merupakan pertemuan dua sungai, dan sesudah itu memanjatkan doa di tugu di dekatnya, diyakini harapannya akan dapat terwujud. Adapun Pesanggrahan Soekarno, disebut demikian karena konon Presiden pertama RI Ir Soekarno pernah bertapa di tempat itu. Dikisahkan, ada seseorang tak dikenal yang pernah membawa foto Bung Karno yang sedang bertapa di tempat berdirinya Pesanggrahan Soekarno sekarang ini. Orang itu membawa foto Bung Karno bertapa tersebut, tahun 1977.

Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya sejumlah tokoh tua Ngawi menyepakati titik di mana Bung Karno bersemedi di Ketonggo itu dijadikan Pesanggrahan Soekarno. Dibanding Pesanggrahan Srigati, Pesanggrahan Soekarno terlihat lebih sederhana. Hanya ada lima tonggak yang menopang bilik kecil beratap asbes yang tanpa dinding itu. Di tengahnya ada beberapa batu.

Pesanggrahan Srigati yang masuk wilayah Desa Babadan, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, konon adalah tempat beristirahat Prabu Brawijaya, setelah kalah perang dari Raden Patah, tahun 1293. “Sebelum berkembang menjadi pesanggrahan dengan dibangunnya rumah kecil ini pada tahun 1975, dulu gundukan tanah ini dikenal sebagai petilasan Prabu Brawijaya dari Kerajaan Majapahit,” ujar Marji.

D.Kisah – Kisah Unik di Alas Ketonggo

Sebagai tempat sakral, banyak kisah-kisah unik yang terjadi di Alas Ketonggo, terutama ketika muncul perubahan situasi politik nasional. Marji mengisahkan, saat Soeharto akan lengser pada 21 Mei 1998, sebuah pohon jati di Ketonggo tiba-tiba mengering. “Kemarin-kemarin, pohon itu tumbuh seperti biasa. Waktu Pak Harto lengser, tiba-tiba mati dan mengering,” katanya.

Pada 23 hari sebelum Ny Tien Soeharto meninggal, juga ada kejadian aneh. Sebuah dahan pohon besar di Ketonggo tiba-tiba patah dan jatuh ke tanah. Padahal, waktu itu tidak ada hujan dan tidak ada angin. Peristiwa unik juga terjadi saat Megawati Soekarnoputri akan dilantik menjadi Presiden RI, 23 Juli 2001. Tiga hari sebelum pengukuhan Mega sebagai presiden, ada cahaya berwarna biru dan putih, bak lampu lentera, di atas Kali Tempur Sedalem. Berhubungan atau tidaknya tanda-tanda itu dengan tampilnya Presiden Megawati, Anda boleh percaya boleh tidak.





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3ECYkhpLvUfJcxE8KrX9zd5EkNkp15JzUwNyNwtFNa__T67Lnhs1rOoP1LPoNOjZI444uEZgVphceMeA-g4xO4giWqtrpDdTUQ0DwjEBd3hDOlPx1CZLHBdqZLfCtmODUPmoIQ13FlFe5/s320/guru+kunci+srigati.jpeg
Beberapa cerita menarik juga dialami mereka yang bertapa di Pesanggrahan Srigati. Sekarjati, seorang perempuan yang tinggal di Jakarta, usai bertapa di Srigati, terus terbayang-bayang wajah seorang perempuan cantik berpakaian kebaya. “Katanya, sampai sekian hari terus terbayang wajah itu. Akhirnya, Mbak Sekarjati melukis wajah dalam bayangan itu,” ucap Marji lagi.

Sekarang, lukisan tersebut dipajang di ruang pengunjung Pesanggrahan Srigati. Seorang perempuan cantik mengenakan kebaya, rambutnya bergelung konde, dengan bibir yang sedang mengembangkan senyum. Kesakralan Pesanggrahan Srigati dan beberapa tempat penting di hutan Ketonggo, membuat sudah banyak orang yang meminta berkah di sana. Termasuk beberapa tokoh dan pejabat di negeri ini. Sayang memang, jalan masuk menuju Pesanggrahan Srigati yang sakral itu tidak mulus. Hanya ada jalan berbatu yang bergelombang sepanjang empat kilometer lebih. Ada baiknya, perbaikan jalan menuju pesanggrahan itu segera dilakukan. Supaya tamu-tamu dari jauh dapat merasakan nikmatnya perjalanan, sebelum mereka meminta berkah di tempat mistis itu.

E.Upacara – Upacara yang Dilaksanakan di Alas Ketonggo

Alas Srigati ataupun dikenal dengan sebutan alas Ketonggo merupakan tempat yang bersejarah menurut dari legendanya. Dengan adanya daya tarik tersendiri itulah seperti biasanya pada saat 1 Muharam atau pergantian malam bulan hijriyah selalu dipadati ribuan pengunjung dari berbagai daerah. Sejak waktu mulai beranjak malam para pengunjung mulai berdatangan, mereka ada yang datang dengan cara berkelompok dan perseorangan. Terlihat dari plat nomor mobil yang dipakai pengunjung dapat dinyatakan mereka berasal mulai daerah Yogyakarta, Solo, Semarang, Surabaya dan daerah terdekat dengan Ngawi seperti Nganjuk, Kediri dan Malang.

Acara ritual yang dilakukan para pengunjung di Alas Srigati waktunya pun bervariasi mulai tengah malam sampai waktu shubuh. Dan begitu juga tempatnya berlainan karena dilokasi Alas Srigati sendiri ada sekitar 12 lebih tempat petilasan. Seperti Punden Krepyak Syeh Dombo atau Palenggahan Agung Brawijaya, Padepokan Kori Gapit, Palenggahan Watu Dakon, Sendang Drajat, Sendang Mintowiji, Goa Sido Bagus, Sendang Suro, dan Kali Tempur. Menurut juru kunci Alas Srigati, Ki Among Jati menjelaskan secara rinci, para pengunjung yang datang di Alas Srigati biasanya mereka ingin napak tilas mengenang sejarah dimana Raja Majapahit yaitu Prabu Brawijaya V singgah terlebih dahulu di Alas Srigati untuk melepaskan baju kebesarannya sebelum melanjutkan perjalanan ritual ke puncak Gunung Lawu.

Lanjut Ki Among Jati, pengunjung di Alas Srigati tidak melakukan hal-hal yang sifatnya syirik, seperti menyembah punden segala macam. Akan tetapi para pengunjung melakukan ritual mengambil tempat Alas Srigati hanya sebagai tempat perantara untuk menyambung segala permintaan kepada Allah SWT. Seperti terlihat di Palenggahan Agung Brawijaya pengunjung sambil membakar dupa sebagai bentuk permintaan dan do’a kepada Yang Maha Kuasa. ‘’Disini pengunjung mempunyai berbagai permintaan untuk dikabulkan dari Yang Maha Kuasa, seperti minta kesehatan, keselamatan dan masih banyak lagi dan jangan dianggap di Alas Srigati ini melakukan hal-hal yang menyimpang dan untuk hari biasa yang ramai dikunjungi yaitu pada hari malam Jum’at Kliwon, Jum’at Legi dan malam Selasa Kliwon’’ jelas Ki Among Jati.

Sementara kilas balik dari sejarah ditemukannya petilasan Srigati merupakan dari jasa mantan Kepala Desa Babadan pada tahun 1963 yaitu Somo Darmodjo kemudian tahun 1974 didatangai Gusti Dorodjatun IX dari Kasunanan Surakarta dan menyatakan benar bahwa petilasan Punden Krepyak Syeh Dombo merupakan bagian dari sejarah dari Majapahit. Yang saat itu Prabu Brawijaya melakukan perjalanan menuju puncak Gunung Lawu dan oleh Gusti Dorodjatun IX dinamakan dengan sebutan Srigati. Namun, dengan adanya wisata religi Alas Srigati tidak dibarengi pengembangan potensi yang ada seperti fasilitas jalan yang menuju lokasi Alas Srigati yang kondisinya sangat rusak terlihat disana-sini berlubang.

F.Renovasi serta Pembangunan Sarana dan Prasarana di Alas Ketonggo

Baik sarana dan prasarana mulai di pacu pembangunannya, termasuk jalan akses serta gapura menuju Palenggahan Agung Srigati Ngawi. Meski masih dalam tahap awal pengerjaan, Alas ketonggo seluas 4,846m2 ini boleh dibilang mulai memanjakan para wisatawan yang kebanyakan berasal dari luar kota bahkan hingga luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.

Seperti pada tanggal 5 November 2011, rombongan turis dari negeri dengan maskot patung singa ini, mendatangi Palenggahan Agung Srigati guna melakukan wisata ritual yang dipimpin langsung oleh Ki Juru Kunci, Marji. lokasi Wisata Ritual alas Ketonggo atau alas Srigati ini sekitar 12 Km dari arah Kota Ngawi tepatnya masuk Dusun Brendil, Desa Babadan Kec. Paron. “Kalau jalan menuju kelokasi serta yang lainnya nanti nampak bagus, maka saya akan berkunjung ke Srigati ini setiap tahun.” Ujar warga Singapura tersebut yang diterjemahkan oleh Pramuwisata (Guide).




Seperti yang diungkap oleh Juru Kunci, Marji bahwa dengan adanya pembangunan serta pembenahan ini, nanti akan mampu menarik perhatian Wisatawan lokal maupun domestik sehingga lebih banyak lagi yang datang.